Perkara Korupsi Alat Rapid Test oleh Kadiskes Meranti Nonaktif Telah Diserahkan ke Jaksa 

Rabu, 17 November 2021 - 15:05 WIB
Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Meranti, Misri Hasanto ditahan Polda Riau atas dugaan kasus penggelapan alat rapid tes (Istimewa)

RIAUMANDIRI.CO - Penanganan perkara dugaan korupsi bantuan alat rapid test covid-19 di Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Meranti memasuki babak baru. Pihak Kejaksaan telah menerima pelimpahan penanganan perkara dari penyidik Kepolisian.

Tahap II itu dilakukan pada Selasa (16/11) kemarin. Jaksa menerima tersangka dalam hal ini Kepala Dinas Kesehatan Meranti nonaktif Misri Hasanto, beserta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Iya, sudah tahap II (pelimpahan tersangka dan barang bukti dari penyidik ke JPU, red)," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Marvelous, Rabu (17/11).

Perkara itu sebelumnya ditangani penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau ini. Dengan telah dilaksanakannya tahap II, penanganan perkara telah beralih ke JPU.

Lanjut Marvelous, tim JPU berjumlah 5 orang. Merekalah nanti yang akan membuktikan perbuatan tersangka di pengadilan.

"Saat ini tim JPU sedang menyusun surat dakwaan, untuk kemudian dilimpahkan berkas perkaranya ke pengadilan," kata Jaksa yang akrab disapa Marvel ini.

Ditambahkan Marvel, sembari JPU merampungkan surat dakwaan, tersangka saat ini ditahan di Rutan Kelas I Pekanbaru.

Seperti diberitakan, Kadiskes Meranti nonaktif, Misri Hasanto ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi berupa penyimpangan bantuan alat rapid test Covid-19.

Dalam hal ini polisi menemukan fakta bahwa tersangka menyelewengkan bantuan 3 ribu alat rapid test Covid-19 yang diberikan Kementerian Kesehatan RI lewat Kantor Kesehatan Pelabuhan, kepada Diskes Meranti. Tersangka diketahui tidak mendistribusikan alat rapid test itu sebagaimana yang diharapkan dalam penanganan Covid-19.

Yang bersangkutan malah mengkomersilkan alat rapid test dengan menarik dana dari masyarakat rata-rata Rp150 ribu, bahkan lebih untuk satu alat rapid test. Ada pula yang dibuat dengan skema kerja sama dengan pihak lain.

Terungkapnya perbuatan tersangka ini berawal dari informasi dan data dari masyarakat, terkait adanya indikasi penyimpangan. Ini yang kemudian didalami petugas. 

Diketahui pula bahwa alat rapid test tidak disimpan di fasilitas kesehatan yang semestinya. Bahkan ada pula rapid test yang disimpan di klinik milik yang bersangkutan.

Hibah yang didapat oleh Diskes Meranti ini tidak dilaporkan tersangka kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) setempat sebagai aset kabupaten.

Untuk menutupi perbuatannya itu, tersangka lalu membuat laporan palsu yang menyatakan bahwa rapid test seakan-akan sudah disalurkan kepada masyarakat. Namun dari hasil pengecekan petugas, masyarakat yang dimaksud tidak pernah menerima kegiatan rapid test.

Perbuatan tersangka sudah dilakukannya sejak September 2020 sampai Januari 2021 bertepatan dengan penerimaan hibah rapid test oleh Diskes Meranti.

Atas perbuatannya, tersangka diancam Pasal 9, Pasal 10 huruf a Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Republik Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya 1 sampai 7 tahun kurungan penjara.

Editor: M Ihsan Yurin

Tags

Terkini

Terpopuler